Home   Blog  
Jurnalisme

  Wednesday, 15 December 2021 13:11 WIB

Mochtar Lubis: Pengkritik Independen Tanpa Kompromi

Author   Digital Marketing

Foto Mochtar Lubis Oleh Fotografer

David T. Hill menggambarkan Mochtar Lubis sebagai seorang “pembangkang” yang bersikap tanpa kompromi terhadap dua rezim, Orde Baru dan Orde Lama dalam buku Jurnalisme dan Politik di Indonesia.

Mochtar Lubis sejatinya adalah wartawan hebat yang melegenda pada zaman Orde Lama dan Baru. Melegenda karena kritik yang pedas, tajam, dan basa-basi terhadap kebijakan pemerintah saat itu. Ia juga menjadi sastrawan pada era 1950-an yang menghasilkan beberapa karya novel dan cerpen. 

Masuk penjara adalah hal yang biasa untuk seorang Mochtar Lubis. Bahkan saat ditahan oleh Orde Lama ia sempat ditahan secara berpindah-pindah dan ditempatkan di penjara yang buruk, di RTM (rumah tahanan militer) Jalan Budi Utomo, Jakarta. Di sana ia mendapatkan perlakuan yang buruk layaknya tahanan kriminal.

Kritik yang Tajam dan Tanpa Basa Basi

Walaupun sering masuk penjara karena kritikannya, Mochtar Lubis selalu menyampaikan kritik apa adanya, jelas, dan lugas. Ia menyampaikan banyak kritikannya lewat tajuk Indonesia Raya. Indonesia Raya adalah media massa yang ia pimpin sejak tahun 1968 hingga pemberedelannya tahun 1974.

Dalam kritik di tajuk Indonesia Raya, ia banyak menggunakan bahasa dengan kosakata yang sederhana, mudah dipahami, praktis, ringan, dan straight to the point. Jarang sekali ia memakai akronim dan eufemisme (ungkapan kasar secara halus) saat mengkritik.

Kosakata dan frasa yang digunakan benar-benar terus terang, tanpa basa-basi, dan tidak ambigu. Setiap pembaca pastinya bisa memahami mudah secara langsung. Jika dilihat dari bahasanya, ia tidak memiliki rasa ketakutan dalam mengkritik pemerintah.

Berikut contoh pemberitaannya yang berjudul Amat Memilukan Hati dalam tajuk yang ia buat pada 17 April 1970.

“Bandit Coopa Arief Husni secara diam-diam dibebaskan dari tahanan dalam oleh Kejaksaan Agung. Ketika ditanya wartawan Indonesia Raya, Jaksa Agung Muda Ali Said meminta wartawan kami menanyakan kepada Jaksa Agung Soegih Arto. Ketika sampai pada Soegih Arto, Jaksa Agung mengoper lagi pada Ali Said.”

Penggalan kalimat pemberitaan di atas tentunya sangat menohok untuk Kejaksaan Agung. Apa yang dirasakan oleh wartawan Indonesia Raya benar-benar diberi tahu publik sehingga mungkin publik bertanya apakah ada kongkalikong dalam kasus tersebut yang melibatkan Kejaksaan Agung.

Konflik Internal Indonesia Raya Karena Kritiknya yang Terlalu Blak-Blakan

Tabiatnya yang tanpa kompromi dan independen membuat Mochtar Lubis terlihat liar, berani, dan penuh nyali. Hal ini sempat membuat ia bersitegang dengan dua pemegang saham Indonesia Raya lainnya, yaitu Hasjim Mahdan dan Sarhindi. Mereka berdua ingin Indonesia Raya lebih netral.

Akibat dari bersitegang tersebut, harian Indonesia Raya diberedel oleh pemerintah Orde Lama karena sikapnya yang kritis dan tanpa kompromi. Akhirnya, dua pemegang saham tadi berhasil memperoleh SIT (surat izin terbit) pada tanggal 7 Oktober 1958. Namun, Indonesia Raya kehilangan pelanggan karena wartawan lamanya banyak yang mendukung pandangan Mochtar Lubis agar tetap independen dan kritis.

Mochtar Lubis sendiri berhasil didongkel dari Indonesia Raya pada 21 Agustus 1958, melalui kuasa hukum PT Badan Penerbit Indonesia Raya, Suprapto Sumono. Ia mengumumkan kepada dewan redaksi bahwa Dewan Komisaris telah memberhentikan Mochtar sebagai direktur mulai 20 Agustus 1958 dan digantikan oleh Suprapto. 

Sejak saat itu, muncullah dualisme kepemimpinan yang membuat Indonesia Raya tidak bisa bertahan dan hanya berumur tiga bulan setelah dikeluarkan SIT tadi.

Baca juga : Badan Siber dan Sandi Negara Akan Gandeng BIN, TNI, Polri

Bagikan
WordPress Image Lightbox