Home   Blog    Jurnalisme
Kiat

  Thursday, 16 May 2024 10:46 WIB

Kiat Menjahit Fakta Menjadi Narasi Memikat

Author   Tempo Institute

Photo by Adolfo Félix on Unsplash

Seorang jurnalis yang sudah mendapatkan informasi, melihat peristiwa di lapangan, dan berinteraksi dengan narasumber pasti memiliki dorongan untuk segera menuliskannya. Dengan bahan tulisan yang ada, apakah mudah merangkaikannya menjadi narasi yang memikat untuk penulisan feature? Tidak jarang, jurnalis kesulitan untuk memilah informasi yang terlalu banyak didapat, mana yang harus ditulis mana yang tidak. Jangan sampai Anda akhirnya mendapati bahan-bahan tulisan itu terasa tidak menarik karena hasil reportasenya terlalu formal dan informasinya kurang tergali.

Berikut kiat menjahit fakta hasil reportase agar menjadi narasi yang memikat dan menarik:

Berangkat dari Sensitivitas

Pastikan hasil reportase itu adalah fakta yang muncul dari kepekaan atau sensitivitas Anda sebagai jurnalis pada suatu peristiwa atau objek liputan. Sensitivitas ini perlu dimiliki sebagai dasar untuk mengumpulkan bahan tulisan. Misalnya, peristiwa yang diliput itu begitu mencengangkan dan membuat Anda terpana. Bukan berarti tulisan akan menjadi subjektif, namun sensitivitas dari pengalaman itu akan membantu untuk mendeskripsikan objek liputan dalam bentuk narasi.

Tentukan Angle yang Berbeda

Menulis reportase secara naratif berarti menuliskan suatu peristiwa yang bisa membuat pembaca seakan mengikuti liputan itu. Syarat utamanya tentu saja harus detail dan relevan, serta ditentukan dengan sudut pandang atau angle yang berbeda dengan reportase umum. Jurnalis harus memiliki kesadaran atau keinginan untuk melihat hal-hal yang tidak terlihat oleh yang lain. Anda patut sentuh objeknya. Ingat, semakin spesifik angle maka semakin bagus tulisannya.

Gunakan Kalimat Sederhana

Menulis narasi tidak harus menggunakan ornamen indah. Pakailah kalimat sederhana dan standar tanpa perlu berbunga-bunga. Boleh saja mengambil dari khazanah puisi yang sesuai dengan gambaran objek atau peristiwa itu. Asalkan narasi yang ditulis dibangun atas reportase yang benar. Hindari memulai tulisan dengan data statistik dan kutipan pakar, sebab itu tidak dibutuhkan pembaca. Sekali lagi, sentuh objek liputannya. Perjumpaan dengan objek liputan bisa dieksplor dalam kalimat yang sederhana.

Manfaatkan Referensi dan Riset

Bisa jadi, suatu objek liputan dianggap biasa saja bagi orang lain. Tapi jurnalis yang sudah berpegang pada referensi dari objek tersebut bisa menemukan hal yang berbeda. Contohnya, Anda meliput suatu kedai di sudut kota kecil. Tampilannya biasa dengan meja kursi layaknya kedai minuman. Tapi karena Anda sudah mengetahui sebelumnya dari referensi sejarah bahwa kedai itu pernah menjadi tempat favorit seorang tokoh besar, maka kedai itu menjadi istimewa. Referensi ini bisa menjadi modal menulis narasi. Tidak hanya referensi, hasil riset suatu penelitian juga dapat membantu Anda dalam melengkapi bahan tulisan.

Hal terpenting dalam jurnalisme naratif adalah jurnalis memahami dulu pentingnya reportase. Menurut Arif Zulkifli, Direktur Utama PT Tempo Internasional Media, hasil reportase menjadi gagal ketika disajikan dengan rinci dan detail pada sesuatu yang tidak berkaitan dengan peristiwa yang diangkat. Narasinya menjadi tidak ada artinya. Karena itu, narasi akan memikat jika sebelumnya jurnalis bisa menyerap dan berinteraksi dengan lingkungan yang akhirnya bisa jadi bahan tulisan. Selanjutnya, kemampuan berbahasa menjadi modal dalam menyusun runutan cerita dan menjahit fakta-fakta.

Pahami pentingnya reportase dalam jurnalisme naratif TEMPO melalui pengalaman Arif Zulkifli. Di kelas Master Class Tempo: Membangun Narasi Memikat dengan Reportase, Arif Zulkifli akan membagikan pengalaman beliau menerjang peristiwa liputan, hingga menjahit cerita dengan menulis. Daftar kelasnya di Tempo Institute.

Baca juga : Badan Siber dan Sandi Negara Akan Gandeng BIN, TNI, Polri

Bagikan
WordPress Image Lightbox