Home   Blog  
Jurnalisme

  Thursday, 11 December 2025 10:00 WIB

10 Jurnalis Terkenal Legendaris Sejarah Pers di Indonesia

Author   Raden Putri
10 Jurnalis Terkenal Legendaris Sejarah Pers di Indonesia

Indonesia memiliki banyak jurnalis terkenal yang menjadi sosok penting di balik perjalanan panjang pers nasional. Mereka tidak hanya mencari berita, tapi juga saksi sejarah, penggerak perubahan, dan penjaga suara rakyat, yang karya dan perjuangannya tak lekang oleh waktu.

Dari masa penjajahan hingga era digital seperti sekarang, kiprah para jurnalis ini berhasil membangun wajah kebebasan pers di Indonesia. Lantas, siapa saja jurnalis Indonesia yang terkenal? Simak rangkuman informasinya berikut ini.

1. Ernest Douwes Dekker

Ernest François Eugène Douwes Dekker adalah jurnalis Indonesia yang lahir di Pasuruan. Ia mulai terjun ke dunia jurnalistik setelah kembali dari Perang Boer dan bekerja di surat kabar De Locomotief.

Ernest dikenal sebagai jurnalis yang sangat kritis terhadap kolonialisme Belanda, ia bahkan secara terbuka menyerukan kemerdekaan Indonesia. Ia berkerabat dengan Multatuli, penulis novel Max Havelaar, yang turut memengaruhi cara berpikirnya.

Ia menulis artikel-artikel tajam yang mengecam sistem kolonial dan kebijakan etis Belanda. Karena sikap kritisnya, ia sering berhadapan dengan pengadilan dan keluar-masuk penjara. 

Banner Survey Tempo Institute

Pada masa Perang Dunia II, ia dibuang ke Suriname karena dianggap berdarah Jerman. Setelah kembali ke Indonesia, ia mengganti namanya menjadi Danudirja Setiabudi dan wafat pada 1950 setelah menyaksikan pengakuan kedaulatan Indonesia.

2. Tirto Adhi Soerjo

Tirto Adhi Soerjo dikenal sebagai Bapak Pers Indonesia sekaligus Bapak Jurnalistik Indonesia. Pemilik nama asli Raden Mas Djokomono ini memulai kariernya di dunia jurnalistik dengan menulis di surat kabar Hindia Olanda. 

Pada 1902, ia menjadi editor di Pembrita Betawi dan membuat kolom kritis bernama Dreyfusiana. Tahun 1903, ia mendirikan surat kabar Soenda Berita sebagai media perlawanan melalui tulisan. 

Karena sikap kritisnya, Tirto sempat dibuang ke Pulau Bacan pada 1904. Setelah kembali, ia mendirikan Medan Prijaji yang dikenal sebagai surat kabar pribumi pertama berbahasa Melayu. 

Media ini kemudian menjadi suara rakyat kecil yang menentang penindasan kolonial. Akibat kritiknya, Medan Prijaji dibredel pada 1912 dan Tirto kembali dibuang, hingga ia wafat di Batavia pada 1918 sebagai pelopor pers nasional.

3. Rohana Koeddoes

Jurnalis Indonesia selanjutnya adalah Rohana Koeddoes, yang dikenal sebagai jurnalis perempuan pertama di Tanah Air. Dia adalah pendiri surat kabar perempuan pertama, Soenting Melajoe. 

Dia juga merupakan tokoh yang aktif memperjuangkan emansipasi perempuan. Rohana mendirikan sekolah kerajinan Amai Setia untuk anak perempuan pribumi. 

Walaupun tidak mengenyam pendidikan formal, Rohana belajar secara mandiri dari buku-buku ayahnya. Ia menguasai baca tulis serta beberapa bahasa asing.

Pada 1920, ia menjadi pemimpin redaksi Perempuan Bergerak di Medan. Berkat perjuangannya, Rohana pun dianugerahi gelar Pahlawan Nasional pada 2019.

4. Djamaluddin Adinegoro 

Djamaluddin Adinegoro awalnya menempuh pendidikan kedokteran di STOVIA, namun akhirnya memilih untuk terjun ke dunia jurnalistik. Dia meninggalkan STOVIA dan pergi ke Eropa untuk memperdalam ilmu jurnalistik.

Sepulang ke tanah air pada 1931, ia bekerja di Balai Pustaka dan memimpin redaksi Pewarta Deli di Medan hingga masa pendudukan Jepang. Di bawah kepemimpinannya, Pewarta Deli berkembang pesat dan memiliki pengaruh besar. 

Pada 1948, ia ikut mendirikan majalah Mimbar Indonesia dan meliput Konferensi Meja Bundar di Den Haag tahun 1949. Hingga akhir hayatnya pada 1967, ia mengabdi di LKBN Antara, dan namanya kini diabadikan sebagai Anugerah Adinegoro, penghargaan pers tertinggi di Indonesia.

5. S.K Trimurti 

Wartawati sekaligus aktivis pergerakan nasional ini dikenal dengan tulisannya yang tajam dan berani menentang imperialisme. S.K Trimurti bahkan pernah dipenjara di Blitar hingga tahun 1943 karena tulisannya.

Minat perempuan ini pada dunia jurnalistik tumbuh setelah sering mendengar pidato Soekarno. Ia pun aktif menulis di berbagai media seperti Suluh Indonesia dan Berdjoang.

Sejak 1935, ia menerbitkan banyak majalah dan surat kabar, serta mengelola beberapa media, seperti Bedug, Terompet, Suara Marhaeni, dan Pesat. Trimurti pun menjadi simbol jurnalisme perjuangan masa pra-kemerdekaan.

6. Mochtar Lubis 

Mochtar Lubis adalah salah satu jurnalis terkenal di Indonesia yang aktif sejak masa pendudukan Jepang. Dia memiliki peran besar dalam dunia pers nasional dengan mendirikan Kantor Berita Antara dan harian Indonesia Raya yang pernah dibredel.

Bersama rekan-rekannya, Mochtar Lubis juga pernah mendirikan majalah sastra Horizon sebagai wadah karya intelektual dan sastra. Pada masa pemerintahan Soekarno, di sempat dipenjara selama hampir sembilan tahun sebelum akhirnya dibebaskan pada 1966.

Pengalaman dan pemikirannya selama ditahan ia tuangkan dalam buku Catatan Subversif yang terbit pada 1980. Selain sebagai wartawan, Mochtar Lubis juga dikenal sebagai novelis dengan karya terkenal seperti Harimau, Harimau!, Senja di Jakarta, dan Jalan Tak Ada Ujung.

7. Ani Idrus 

Ani Idrus adalah jurnalis legendaris Indonesia dan pendiri Harian Waspada pada 1947. Ia memulai karier jurnalistik sejak 1930 di Majalah Panji Pustaka dan sejak saat itu banyak menerbitkan majalah dan surat kabar lain.

Ani pernah menjabat sebagai Pemimpin Redaksi Harian Waspada dan beberapa media lain. Kontribusinya di dunia pers Tanah Air sangat besar karena turut berperan dalam pendirian Persatuan Wartawan Indonesia (PWI).

Dikenal aktif sebagai wartawan hingga usia lanjut, banyak penghargaan diterima Ani atas jasanya di dunia pers. Salah satunya adalah Satya Penegak Pers Pancasila pada 1988.

8. BM Diah

Burhanuddin Mohammad (BM) Diah dikenal sebagai tokoh pers, pejuang, diplomat, dan pengusaha nasional. Ia berjasa besar menyelamatkan naskah asli Proklamasi Kemerdekaan Indonesia setelah dibuang usai diketik oleh Sayuti Melik.

Sejak usia 17 tahun, ia sudah merantau ke Jakarta untuk belajar jurnalistik di Ksaatriaan Instituut. Karier jurnalistiknya dimulai sebagai redaktur di Harian Sinar Deli dan beberapa media lainnya. 

Pada masa pendudukan Jepang, ia bekerja sebagai penyiar bahasa Inggris di Radio Hosokyoku dan juga di Asia Raja. Setelah kemerdekaan, ia turut mengambil alih percetakan Djawa Shimbun milik Jepang. 

Pada 1 Oktober 1945, ia mendirikan Harian Merdeka dan memimpinnya hingga akhir hayat. BM Diah juga menerbitkan Indonesian Observer sebagai koran berbahasa Inggris.

9. Herawati Diah

Jurnalis terkenal Indonesia selanjutnya adalah Herawati Diah, seorang tokoh pers penting pada masa pendudukan Jepang. Ia menempuh pendidikan di Jakarta dan melanjutkan studi ke Negeri Sakura.

Karier jurnalistiknya dimulai sebagai stringer United Press International (UPI) pada usia 22 tahun. Herawati kemudian menikah dengan BM Diah dan bersama-sama mendirikan surat kabar Harian Merdeka. 

Di media itu, dia memimpin majalah Merdeka Mingguan dan Keluarga. Dia pun dikenal sebagai perempuan di dunia pers yang sangat berpengaruh pada masanya. Herawati wafat pada 2016 di usia 99 tahun.

10. Meutya Hafid

Meutya Hafid adalah salah satu mantan jurnalis muda yang terkenal di Indonesia. Dia mengawali kariernya sebagai wartawan di Metro TV.

Banner Artikel - Kelas Online Jurnalistik Dasar

Nama Meutya menjadi sorotan ketika bertugas di Irak dan pernah diculik serta disandera oleh kelompok militan. Setelah itu, ia memutuskan untuk terjun ke dunia politik dan bergabung dengan Partai Golkar.

Pada 2019, Meutya ditetapkan sebagai Ketua Komisi I DPR RI dan dikenal vokal terhadap isu pertahanan dan komunikasi. Pada Oktober 2024, mantan jurnalis ini ditunjuk untuk menjadi Menteri Komunikasi dan Digital Indonesia.

Banner Belajar Menulis Penulisan di Tempo Institute


Bagikan