Home   Blog  
Update

  Friday, 27 July 2018 03:37 WIB

Bekraf dan Tempo Institute Kerja Sama Pendampingan Produk Kreatif

Author   Tempo Institute

Deputi Hubungan Antar Wilayah dan Lembaga Bekraf, Endah Wahyu Sulistianti, saat memberi sambutan dalam peluncuran program pendampingan produk kreatif bersama Tempo Institute di Hotel Arya Duta, Jakarta, Kamis, 26 Juli 2018. Foto: Fadhli/Tempo Institute

Badan Ekonomi Kreatif atau Bekraf bersama Tempo Institute menyelenggarakan program Roadshow Workshop Storytelling untuk Komunitas Ekonomi Kreatif di 12 Kota di Tanah Air. Acara peluncuran program ini berlangsung di Hotel Arya Duta, Jakarta, Kamis, 26 Juli 2018.

Direktur Tempo Institute Mardiyah Chamim mengatakan, tujuan dari program ini untuk memberikan pelatihan storytelling dan pendampingan pada komunitas kreatif di daerah. “Kami percaya bahwa skill storytelling sangat berguna bagi komunitas kreatif untuk mendorong peningkatan nilai jual produk mereka,” kata Mardiyah dalam penjelasan programnya.

Hadir dalam acara itui di antaranya, Wakil Kepala Bekraf, Ricky Joseph Pesik; Deputi Hubungan Antar Wilayah dan Lembaga, Endah Wahyu Sulistianti, serta Deputi Pemasaran Bekraf, Joshua Puji Mulia Simanjuntak. Mardiyah menambahkan, program ini diyakini bermanfaat bagi peningkatan jejaring yang memperkuat komunitas industri kreatif di 12 kota.

Kota-kota yang menjadi sasaran program itu adalah Padang, Sumatera Barat; Bandung Barat, Jawa Barat; Surabaya, Bojonegoro, dan Malang, Jawa Timur; Karangasem, Bali; Kupang, Belu dan Maumere, Nusa Tenggara Timur; Singkawang, Kalimantan Barat; Merauke, Papua; serta Kendari.

Dalam sambutannya, Endah berharap roadshow workshop storytelling bisa menularkan tumbuhnya ekonomi kreatif ke daerah lain, yang belum terjangkau program ini. “Karena itu pendampingan terhadap komunitas ekonomi kreatif menjadi penting. Selain berlatih bagaimana menuliskan produk kreatifnya, mereka juga bisa menambah kemampuan manajerialnya,” kata Endah.

Menurut Endah, dalam ekonomi kreatif storytelling amat penting guna meraih nilai lebih sebuah produk. Dalam membuat storytelling dibutuhkan kreativitas mengisahkan proses sebuah produk secara menarik dalam bentuk tulisan.

Endah mencontohkan biji kopi dari Gunung Malabar, Bandung, Jawa Barat. Tanpa diberi narasi (storytelling), kata Endah, produk kopi tersebut hanya dihargai Rp 20 ribu per kilogam. “Ketika kopi itu dilengkapi dengan kisah bagaimana penanaman pada ketinggian sekian ribu meter di atas permukaan laut dan siapa petaninya, bagaimana cara panen, harganya bisa naik berkali lipat,” ujarnya.

Sedangkan Ricky Joseph Pesik berpesan, sebelum memulai kegiatan sebaiknya sudah teridentifikasi target komunitas ekonomi kreatif yang disasar. Misalnya target segmentasi, model produksi, modul pembelajaran, hingga permodalannya. “Modul pembelajaran secara online, selain memudahkan juga akan menjangkau lebih luas sasarannya,” kata Ricky memberi contoh.

Joshua menambahkan, yang perlu dicermati dari sisi pemasaran, yaitu channel apa saja untuk menyampaikan storytelling. “Produknya sudah ada, medianya tersedia, bagaimana cara mengoptimalkannya dan bagaimana pula supaya memberi dampak besar di level nasional,” kata Joshua.

Strategi bercerita dengan mempertimbangkan waktu pendek, menurut Joshua, juga penting jika kisah itu tampil di Instagram yang durasinya hanya 1 menit. “Storytelling merupakan tantangan. Kami selalu mengingatkan kepada pelaku kreatif untuk menceritakan produknya.” Program Bekraf dan Tempo Institute ini berlangsung tiga bulan, dimulai pada awal Agustus hingga Oktober 2018.

***

Reporter: Tempo.co
Editor: Elik Susanto

Pernah dimuat di Tempo.co

Baca juga : Badan Siber dan Sandi Negara Akan Gandeng BIN, TNI, Polri

Bagikan
WordPress Image Lightbox