Contoh teks anekdot sering kali ditemui saat seseorang ingin menyampaikan kritik sosial dengan cara ringan dan menghibur. Melalui teks ini, pembaca bisa memahami bagaimana humor, sindiran, dan pesan moral disampaikan secara halus dalam sebuah cerita singkat.
Jenis teks ini tidak hanya mengundang tawa, tapi juga mengajak pembaca berpikir kritis terhadap fenomena yang terjadi di sekitarnya. Lebih lanjut, simak rangkuman informasi mengenai pengertian teks anekdot beserta strukturnya berikut ini.
Teks anekdot adalah cerita singkat yang disajikan secara menarik karena mengandung unsur humor dan kesan yang membekas. Kisah dalam teks ini umumnya bersumber dari peristiwa nyata, baik dari kejadian sehari-hari atau hal yang dialami tokoh terkenal.
Meski tampak ringan, bentuk tulisan ini sering digunakan untuk menyampaikan kritik sosial atau pandangan tertentu secara tersirat. Tujuan utamanya adalah menghibur pembaca sekaligus menyelipkan pesan moral atau kebenaran yang dipercaya secara umum.
Adapun humor yang dimasukkan dalam tulisan ini berfungsi sebagai sarana agar kritik dapat diterima tanpa kesan menggurui. Penyajiannya pun dibuat ringkas dan tidak terlalu rinci, sehingga cerita mudah dipahami dan langsung mengenai inti persoalan.
Selain memuat kejadian lucu, isinya juga kerap mengangkat pengalaman pribadi yang bersifat spesifik, namun dikemas dengan gaya jenaka agar lebih menarik dan relevan bagi pembaca. Dengan demikian, teks anekdot tidak hanya menghadirkan tawa, tetapi juga memberi makna dan bahan refleksi.
Teks anekdot sindiran memiliki struktur teks yang membedakannya dengan bentuk tulisan lain. Adapun strukturnya adalah sebagai berikut:
Bagian ini berisi gambaran singkat mengenai topik yang akan disindir atau dikritik. Abstraksi berfungsi sebagai pengantar agar pembaca memahami arah cerita sejak awal.
Tahap orientasi memperkenalkan tokoh serta latar peristiwa dalam cerita. Bagian ini membantu pembaca mengenali situasi sebelum konflik muncul.
Ini merupakan bagian ketika rangkaian peristiwa mulai berkembang dan mencapai puncak konflik. Pada tahap ini, masalah utama dalam cerita mulai terlihat jelas.
Bagian ini menyajikan tanggapan atau solusi terhadap konflik yang terjadi pada tahap krisis. Di sinilah unsur kritik dan kelucuan disampaikan dengan cara paling menonjol.
Koda berfungsi sebagai penutup cerita yang menegaskan kembali pesan atau sindiran yang disampaikan. Bagian ini dapat berupa simpulan, perubahan sikap tokoh, atau refleksi singkat.

Untuk lebih memahami tentang tulisan singkat mengandung humor ini, berikut adalah contoh teks anekdot lucu:
Ketika bel pelajaran sudah dimulai, Angga yang biasanya terlihat tenang dan kalem kali ini sedikit panik. Ia lalu menghampiri ibu guru yang sedang menyiapkan materi untuk mengajar.
Angga: “Bu guru, saya boleh bertanya?”
Bu Guru: “Boleh dong, ada apa Angga?”
Angga: “Bu, apakah seseorang itu harus dihukum kalau belum melakukan perbuatan yang seharusnya harus dilakukannya?”
Bu Guru: “Ya tentu tidak. Orang akan dihukum ketika ia telah melakukan kejahatan atau melakukan kesalahan.”
Angga: “Syukurlah kalau begitu. Soalnya, Angga belum mengerjakan PR nih bu.”
Bu Guru: “Angggaaaa!!!”
Berikut adalah contoh teks anekdot yang menyindir pejabat:
Telah berulang kali Nasrudin mendatangi seorang hakim untuk mengurus suatu perjanjian. Hakim di desanya selalu mengatakan tidak punya waktu untuk menandatangani perjanjian itu. Keadaan ini selalu berulang sehingga Nasrudin menyimpulkan bahwa si hakim minta disogok.
Tapi kita tahu menyogok itu diharamkan. Maka Nasrudin memutuskan untuk melemparkan keputusan ke si hakim sendiri. Nasrudin menyiapkan sebuah gentong. Gentong itu diisinya dengan tahi sapi hingga hampir penuh.
Kemudian di atasnya, Nasrudin mengoleskan mentega beberapa sentimeter tebalnya. Gentong itu dibawanya ke hadapan Pak Hakim. Saat itu juga Pak Hakim langsung tidak sibuk, dan punya waktu untuk membubuhi tanda tangan pada perjanjian Nasrudin.
Nasrudin kemudian bertanya, “Tuan, apakah pantas Tuan Hakim mengambil gentong mentega itu sebagai ganti tanda tangan Tuan?”
Hakim tersenyum lebar. “Ah, kau jangan terlalu dalam memikirkannya.” Ia mencuil sedikit mentega dan mencicipinya. “Wah, enak benar mentega ini!”
“Yah,” jawab Nasrudin, “Sesuai ucapan Tuan sendiri, jangan terlalu dalam!” Dan berlalulah Nasrudin
Pada suatu hari di salah satu warung tenda kawasan Kemang. Devano, anak salah satu artis terkenal memanggil pelayan untuk meminta nota pembayaran.
Devano: “Berapa semuanya?”
Pelayan: “Semuanya Rp 132.000,00, Kak.”
Devano yang memang nggak punya uang lima puluh ribuan langsung saja menyodorkan dua lembar seratus ribu.
Pelayan: “Ini kak, kembaliannya.”
Devano: “Sudah… simpan saja buat keluarga kamu.”
Pelayan merasa senang karena menerima enam puluh delapan ribu rupiah dan langsung berterima kasih kepada Devano.
Setelah beberapa jam kemudian, Keisha yang juga anak artis terkenal memanggil pelayan untuk meminta nota pembayaran.
Keisya: “Berapa semuanya?”
Pelayan: “Semuanya Rp 127.000,00, Kak.”
Keisya menyodorkan tiga lembar lima puluh ribu.
Pelayan: “Ini kak, kembaliannya.”
Keisya: “Sudah… simpan saja tip untuk kamu.”
Pelayan langsung memasukkan kembalian itu ke kantongnya dan berterima kasih banyak ke Keisya.
Setelah beberapa jam, Soimah pun memanggil pelayan untuk meminta nota pembayaran
Soimah: “Berapa?”
Pelayan: “Semuanya Rp 145.000.” Soimah menyodorkan tiga lembar lima puluh ribu dan menunggu beberapa menit, kemudian…
Soimah: “Loh, mana uang kembalian saya?’
Pelayan: “Ah, Kakak, masa uang lima ribu rupiah saja dikembalikan. Tadi Devano dan Keisya kembaliannya enam puluh delapan ribu rupiah dan dua puluh tiga ribu saja diberikan ke saya, masa kakak yang artis terkenal, lima ribu saja minta dikembalikan?”
Soimah: “Tunggu dulu kamu tahu siapa Devano dan Keisya?
Pelayan dengan cekatan menjawab: “Yah tahu, Kak! Devano dan Keisya anak artis terkenal.”
Soimah: “Pintar kamu, tahu mereka anak artis. Nah sedangkan saya, kan anak penjual ikan!! Sekarang, mana kembalian saya?”
Pelayan: “……”
Berdasarkan teks anekdot berjudul “Anak Artis”, berikut adalah analisis struktur pembentuknya:
Bagian ini terdapat pada pembukaan cerita yang menggambarkan situasi umum di sebuah warung tenda kawasan Kemang, tempat terjadinya peristiwa. Pada bagian ini, pembaca diberi gambaran awal tentang tokoh anak artis dan aktivitas meminta nota pembayaran.
Tahap ini ditunjukkan melalui pengenalan tokoh Devano, Keisya, dan Soimah beserta peran pelayan warung. Latar tempat dan suasana diperjelas melalui interaksi mereka saat melakukan pembayaran.
Krisis muncul ketika pelayan tidak mengembalikan uang Soimah dan membandingkannya dengan sikap Devano serta Keisya yang memberikan kembalian sebagai tip. Konflik memuncak saat pelayan menganggap Soimah seharusnya bersikap sama karena dianggap sama-sama artis.
Bagian ini ditunjukkan melalui jawaban Soimah yang menegaskan bahwa dirinya bukan anak artis, melainkan anak penjual ikan. Pernyataan ini mengandung unsur sindiran dan humor yang menjadi inti kritik dalam cerita.
Koda tersirat pada respons pelayan yang terdiam dan tidak mampu menjawab. Bagian ini menegaskan pesan cerita tentang kekeliruan menilai seseorang berdasarkan status dan anggapan sosial semata.