Home   Blog    Jurnalisme
Menulis

  Saturday, 16 December 2023 09:48 WIB

Beda Jurnalisme Gaya Hidup dengan Blog Gaya Hidup

Author   Digital Marketing

Ilustrasi gaya hidup

Semenjak reformasi hingga kini, media dan jurnalisme di Indonesia makin beragam dan berinovasi. Hasilnya bisa dilihat dari produk-produk media, dari cetak hingga digital kini. Kalau dulu jurnalisme berfokus pada pemberitaan yang serius, seiring dengan tuntutan zaman, hampir semua media berinovasi dengan menghadirkan pemberitaan ringan dan menyegarkan. Salah satunya adalah jurnalisme gaya hidup.

Selain itu, para pelaku media juga membutuhkan biaya untuk produksi. Jika hanya diisi dengan iklan, masyarakat tentu mudah bosan. Melansir dari jurnal “Jurnalisme Gaya Hidup, Sekadar Memenuhi Tuntutan Pasar” (2015), dari Faiz Balya Marwan, Klaudia Molasiarani, dan Ikhlasul Mizan, hadirnya jurnalisme gaya hidup (lifestyle journalism), menjadi jalan bagi para pelaku media dalam menghadapi kondisi tersebut. Tidak hanya untuk mendapatkan untung, tapi juga memenuhi kebutuhan masyarakat.

Marwana dkk, menyebut masyarakat jenuh dengan pemberitaan yang terlalu kaku dan berfokus pada politik. Hingga muncul beberapa media yang menghadirkan informasi-informasi yang menyegarkan di tengah ketegangan politik. Lambat laun, media mainstream mulai menerapkan solusi ini, dengan menambahkan rubrik gaya hidup yang bisa membahas isu-isu yang dekat dengan masyarakat, seperti travelling, fashion, kuliner, dan gosip.

Di awal abad 21, teknologi komunikasi dan informasi berkembang pesat. Muncullah internet dengan segala kemudahan, salah satunya blog dan media sosial. Sejak saat itu, masyarakat bisa bebas bercerita dan menyebarkan cerita mereka sendiri dengan mudah. Semakin banyak orang yang muncul dengan tulisan gaya hidup mereka di blog atau biasa disebut lifestyle blogger. Kemajuan ini tentu juga menjadi tantangan baru bagi para pelaku media dan juga jurnalis, yang harus mampu bersaing.

Jurnalisme Gaya Hidup

Seperti yang dijelaskan sebelumnya, jurnalisme gaya hidup muncul karena tuntutan zaman, perkembangan teknologi, dan kondisi masyarakat. Jurnalis yang berfokus dalam jurnalisme gaya hidup harus mematuhi Kode Etik Jurnalistik (KEJ) dan aturan penulisan sesuai standar jurnalistik pada umumnya.

Selain itu, jurnalis gaya hidup yang resmi, memiliki payung hukum dari perusahaan pers yang diakui oleh Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI) dan/atau Dewan Pers. Walau pada awalnya, AJI dan Dewan Pers tidak mengakui produk jurnalisme infotainment sebagai produk jurnalistik, tapi kini sudah diakui dengan syarat sesuai kaidah jurnalistik yang berlaku.

Karena masih berada di bawah perusahaan pers, jurnalis gaya hidup harus mengikuti aturan dari perusahaan. Misalnya, perusahaan pers yang menaunginya bekerja sama dengan perusahaan travel untuk kepentingan iklan maka jurnalis gaya hidup harus mampu mengemas tulisannya agar sesuai dengan kerja sama. Walaupun tak sepenuhnya begitu, jurnalis gaya hidup bisa mengeksplorasi ide tulisannya, asal dengan persetujuan redaktur/editor. Dan, satu lagi yang tak boleh terlewatkan dari jurnalisme gaya hidup, yakni berpihak pada kepentingan publik.

Penulis Blog Gaya Hidup

Sedikit berbeda dengan jurnalisme gaya hidup, menulis di blog jauh lebih bebas. Jika seorang jurnalis gaya hidup harus memperhatikan aturan perusahaan dan kaidah jurnalistik, penulis blog bisa melewatkan itu. Di sisi lain, penulis blog tidak memiliki payung hukum yang resmi dan tidak terdaftar dalam AJI atau Dewan Pers. Namun, jika penulis blog bergabung dengan komunitas, bisa saja mengupayakan perlindungan hukum.

Beda jurnalisme gaya hidup dengan menulis di blog selanjutnya ialah kebebasan dalam memilih tema tulisan. Seorang penulis blog biasanya memiliki blog yang dikelola sendiri, sehingga memiliki kebebasan yang lebih, baik dalam menentukan tema hingga penjadwalan. Selain itu, mereka juga tidak perlu persetujuan dari redaktur atau editor soal tulisan mereka. Namun, jika penulis blog sudah bekerja sama dengan klien atau sponsor, perlu persetujuan dua belah pihak.  

Selain penjelasan beda jurnalisme gaya hidup dengan blog gaya hidup di atas, persoalan soal teknik kepenulisan, dan kebutuhan visual, sebenarnya tak jauh berbeda.

Seorang penulis blog gaya hidup boleh saja menulis dengan menerapkan kaidah jurnalistik, sedangkan jurnalis gaya hidup boleh saja menulis dengan gaya bahasa santai asalkan sesuai dengan kaidah jurnalistik. Juga soal kebutuhan visual, baik jurnalisme gaya hidup maupun penulis blog, pasti menginginkan foto yang ciamik.

Jika jurnalisme gaya hidup bisa didukung dengan foto jurnalistik, penulis blog lebih bebas memilih visual seperti apa yang diinginkan. Walau memiliki perbedaan, keduanya sama-sama menulis tentang gaya hidup.

Kamu juga bisa belajar penulisan gaya hidup bersama MinTI di Kelas Menulis Gaya Hidup agar tulisan kamu semakin keren dan bermanfaat. Ditunggu kehadiran Sobat TI dan jangan lupa daftar, ya!

Baca juga : Badan Siber dan Sandi Negara Akan Gandeng BIN, TNI, Polri

Bagikan
WordPress Image Lightbox