Kaidah kebahasaan teks editorial menjadi salah satu unsur penting untuk membedakan tulisan tersebut dengan jenis teks lainnya. Dengan penggunaan bahasa yang tepat, editorial akan bisa menyampaikan opini redaksi secara tegas, logis, dan meyakinkan.
Pemahaman terhadap hal ini akan membantu penulis dalam menyusun argumen yang kuat dan mudah dipahami pembaca. Lantas, apa saja sebenarnya unsur kebahasaan teks editorial tersebut? Simak rangkuman informasi selengkapnya berikut ini.
Teks editorial adalah jenis tulisan argumentatif yang berisi opini atau pandangan terhadap suatu peristiwa, kebijakan, maupun isu tertentu. Teks ini termasuk karya jurnalistik yang umumnya dimuat di media massa, seperti surat kabar, majalah, hingga media online.
Dalam e-Modul Bahasa Indonesia Kelas XII, teks editorial merupakan pendapat resmi redaksi media terhadap isu aktual yang berkembang di masyarakat, baik di bidang ekonomi, sosial, budaya, maupun politik. Penyampaian opini ini disertai dengan data, fakta, dan alasan logis agar dapat diterima oleh pembaca atau pendengar.
Opini yang disampaikan juga dapat terdiri dari berbagai bentuk, termasuk kritik, penilaian, prediksi, harapan, hingga saran. Adapun secara umum, struktur teks opini ini memiliki tiga bagian utama, yakni pengenalan isu, rangkaian argumen pendukung, dan penegasan ulang pendapat penulis.
Teks editorial atau tajuk rencana berisi tulisan untuk menyikapi berbagai persoalan yang berkembang di tengah masyarakat, baik dalam aspek sosial, politik, ekonomi, hukum, maupun bidang lainnya. Adapun tujuan dari penulisannya adalah sebagai berikut:

Dalam penulisan suatu karya jurnalistik, terdapat beberapa kaidah kebahasaan yang umum digunakan sebagai pedoman agar isi tulisan lebih kuat dan lugas. Secara umum, terdapat empat kaidah kebahasaan teks editorial utama, yaitu:
Salah satu kaidah kebahasaan artikel opini ini adalah penggunaan kalimat retoris, yaitu kalimat tanya yang tidak memerlukan jawaban. Kalimat ini digunakan untuk menggugah pemikiran pembaca agar merenungkan isu yang dibahas dan mempertimbangkan sudut pandang penulis.
Contohnya: “Apakah kebijakan yang ada benar-benar telah berpihak pada kesejahteraan masyarakat?”
Tajuk rencana ini biasanya menggunakan kata-kata populer atau umum agar mudah dipahami oleh berbagai lapisan masyarakat. Penggunaan bahasa yang sederhana membantu pesan editorial tersampaikan secara efektif.
Tulisan pernyataan redaksi ini juga umumnya menggunakan kata ganti penunjuk untuk menegaskan waktu, peristiwa, atau hal yang menjadi fokus pembahasan.
Contohnya: “Melihat kondisi tersebut, diperlukan kebijakan yang tepat untuk mengatasi persoalan pengangguran di Indonesia.”
Konjungsi berfungsi menghubungkan kata, frasa, klausa, atau kalimat agar alur tulisan menjadi padu. Dalam teks editorial, konjungsi digunakan untuk menata argumen, memperkuat pendapat, menunjukkan hubungan sebab-akibat, serta menyatakan harapan. Contohnya adalah pertama, berikutnya, bahkan, justru, oleh karena itu, agar, dan sehingga.
Ciri kebahasaan teks editorial merujuk pada karakteristik bahasa yang tampak dalam keseluruhan teks, bukan sekadar pada aturan penulisannya. Adapun ciri-cirinya adalah sebagai berikut:
Untuk memahami lebih lanjut mengenai kaidah kebahasaan tajuk rencana tersebut, simak contohnya berikut ini:
Digunakan untuk menggugah pembaca agar berpikir kritis terhadap isu yang dibahas. Contoh: “Sampai kapan masalah ini terus dibiarkan tanpa solusi nyata?”
Memakai kosakata yang akrab di telinga masyarakat agar pesan editorial mudah dipahami. Contoh: harga, kebijakan, masyarakat, pemerintah.
Penggunaan kata ganti penting untuk merujuk pada peristiwa, kondisi, atau masalah tertentu. Contoh katanya adalah ini, itu, tersebut.
Kata hubung ini digunakan untuk menjelaskan hubungan logis antarperistiwa atau argumen. Contoh katanya adalah karena itu, sehingga, akibatnya.
Konjungsi ini dipakai untuk menekankan pendapat penulis. Contoh katanya adalah bahkan, justru, terlebih lagi.