Semua manusia senang dipuji atau diapresiasi. Namun, kamu pastinya pernah melihat seseorang yang melakukan sesuatu hanya untuk mendapatkan validasi atau pengakuan secara verbal. Contoh nyatanya adalah seorang siswa SMA yang mencoba merokok untuk dapat disebut “keren” oleh teman atau gengnya.
Masalahnya, kerap kali ada yang tidak nyambung antara apa yang kita lakukan dengan keinginan untuk diapresiasi. Hal tersebut dinamai bandwagon argument.
Terjebak dalam Bandwagon Argument
Bandwagon argument adalah keinginan untuk menjadi populer dan diterima dengan cara yang tidak relevan. Secara bahasa, bandwagon berarti kereta yang mengangkut sebuah parade atau grup musik. Hal ini menjadi refleksi seseorang yang mengikuti omongan orang lain demi mendapatkan pujian atau validasi tanpa berpikir secara logis dan jernih.
Hal ini muncul karena sebelumnya, ada sekelompok orang yang terbukti berhasil melakukan suatu tindakan yang kemudian mendapat pujian. Karena orang lain dapat pujian, kita pun ikut-ikutan melakukan hal yang sama agar mendapatkan hal yang sama (pujian).
Masalahnya, tidak semua yang orang lakukan akan memunculkan hasil yang sama. Di sinilah letak kesalahannya. Jadi, daripada mengikuti apa yang orang lain lakukan, lebih baik melakukan sesuatu yang secara logis memang membawa kebaikan.
Tidak semua bandwagon argument itu sesat
Kita pasti pernah mendapatkan nasihat dari orang tua bahwa kita harus selalu menghormati orang lain agar orang lain menghargai kita juga. Alhasil pun kita selalu menghormati orang lain tanpa memandang siapa mereka.
Nasihat tadi pun menjadi salah satu bandwagon argument yang kita lakukan tiap harinya. Hal ini kita lakukan karena nasihat tersebut logis dan masuk akal sehingga kita lakukan setiap saat.
Dari contoh dari kehidupan sehari-hari, kita bisa menyimpulkan tidak semua bandwagon argument itu sesat. Kenapa? Karena kita bisa memberikan alasan yang logis dan masuk akal. Bukan hanya sebatas mengikuti apa kata orang lain, termasuk orang tua kita sendiri.
Kita harus selalu mengingat kalimat bijak dari salah satu filsuf dari Amerika Serikat.
Baca juga : Badan Siber dan Sandi Negara Akan Gandeng BIN, TNI, Polri“Cara-cara kita berpikir biasanya bermulai saat mengikuti hal-hal orang yang kita kagumi dengan alasan yang masuk akal.”
Alvin Plantinga