Istilah storytelling sering digunakan dalam berbagai konteks, terutama yang berkaitan dengan kemampuan bercerita dan berbicara di depan umum. Banyak orang mengira storytelling hanya sebatas kegiatan mendongeng. Padahal, maknanya jauh lebih luas dari itu.
Story telling adalah kemampuan penting yang sangat berguna, terutama di dunia kerja. Saat ini, banyak profesi membutuhkan keterampilan bercerita, seperti penyiar radio, content writer, copywriter, dan banyak lagi.
Hal ini karena storytelling bukan sekadar menyampaikan informasi, tetapi juga cara membangun cerita menarik dan mampu memikat pendengar. Untuk memahami lebih dalam, berikut penjelasan mengenai apa itu storytelling.

Melansir dari Rome Business School, pengertian story telling adalah seni menyampaikan pesan melalui cerita yang membangkitkan emosi dan memikat penonton. Ini bukan sekadar bercerita, tapi juga menciptakan ikatan emosional yang memengaruhi keputusan dan perilaku.
Menurut National Geographic, yang dimaksud story telling adalah tindakan menceritakan, menulis cerita atau narasi. Biasanya, suatu kisah diceritakan untuk hiburan, tujuan informasi, atau untuk tujuan pendidikan.
Story telling efektif di berbagai bidang, mulai dari penceritaan merek hingga pencitraan merek pribadi. Metode ini memanfaatkan narasi jelas yang memadukan emosi, visual, dan elemen penceritaan. Adapun story telling dalam bahasa Indonesia adalah bercerita.
Dikutip dari MasterClass, storytelling terbagi menjadi empat jenis, yaitu lisan, visual, tulisan, dan digital. Storytelling lisan disampaikan secara langsung melalui ucapan, seperti dalam pidato, presentasi, atau kegiatan mendongeng.
Bercerita secara visual menggunakan elemen gambar, ilustrasi, atau video untuk menyampaikan pesan dan membangkitkan emosi audiens. Sementara itu, storytelling tulisan mengandalkan kekuatan kata-kata dalam bentuk teks, seperti artikel, novel, naskah, atau unggahan media sosial.
Terakhir, storytelling digital merupakan gabungan dari berbagai elemen, seperti teks, suara, gambar, dan video, yang disajikan melalui platform digital seperti media sosial, vlog, atau kampanye multimedia.
Dilansir dari Boston University, tujuan utama storytelling adalah untuk membangun koneksi dan pemahaman antar manusia. Melalui cerita, seseorang dapat menyampaikan pengalaman, nilai, maupun pandangannya dengan cara yang mudah dipahami dan menyentuh emosi.
Agar sebuah cerita dapat tersampaikan dengan baik, diperlukan beberapa unsur storytelling yang kuat. Berdasarkan dokumen repository IAIN Raden Fatah, bercerita melibatkan tiga elemen utama, yakni:
Storytelling dan mendongeng sering kali dianggap sebagai hal yang sama karena keduanya sama-sama melibatkan kegiatan bercerita. Namun, sebenarnya ada perbedaan di antara keduanya.
Mendongeng umumnya merujuk pada kegiatan menceritakan kisah fiksi, seperti legenda, cerita rakyat, atau dongeng anak-anak. Sementara itu, storytelling memiliki makna yang lebih luas.
Ia tidak hanya digunakan untuk menyampaikan cerita fiksi, tetapi juga bisa menjadi cara untuk menyampaikan pesan, ide, nilai, atau pengalaman nyata. Teknik ini bahkan banyak diterapkan dalam berbagai bidang, seperti bisnis, pendidikan, media, hingga pemasaran

Ada berbagai teknik storytelling yang umum digunakan karena terbukti efektif dalam menarik perhatian audiens dan membuat pesan lebih mudah diingat. Menukil dari Videoscribe, beberapa di antaranya adalah:
1. Monomyth
Monomyth atau hero’s journey merupakan struktur cerita klasik yang banyak ditemukan dalam dongeng, mitos, dan kisah keagamaan di berbagai budaya. Dalam teknik ini, tokoh utama atau “pahlawan” meninggalkan zona nyamannya dan memulai perjalanan penuh tantangan menuju tempat asing dan menegangkan.
Metode story telling ini bisa digunakan dalam presentasi atau penulisan untuk menggambarkan proses perubahan dan pembelajaran, dari awal hingga mencapai titik kebijaksanaan. Teknik ini membuat pesan terasa hidup dan inspiratif bagi audiens.
2. The Mountain
Struktur “gunung” menggambarkan bagaimana ketegangan dan drama dalam cerita meningkat secara bertahap. Mirip dengan monomyth, teknik ini juga menunjukkan perkembangan peristiwa, tetapi tidak selalu berakhir bahagia.
Ceritanya dimulai dengan pengenalan situasi, lalu diikuti dengan serangkaian tantangan kecil yang mengarah pada puncak atau klimaks cerita. Pola ini sering digunakan dalam serial TV atau film, di mana setiap bagian memiliki naik-turunnya sendiri sebelum mencapai akhir. Teknik ini juga cocok digunakan sebagai story telling caption.
3. Sparklines
Metode ini diperkenalkan oleh desainer grafis Nancy Duarte dalam bukunya Resonate. Ia menganalisis berbagai pidato terkenal dan menemukan pola bahwa pidato paling kuat adalah yang mampu membandingkan “dunia saat ini” dengan “dunia ideal seharusnya”.
Dengan menampilkan kontras antara kenyataan dan harapan, teknik ini membangkitkan emosi dan memotivasi audiens untuk bertindak atau mendukung pesan yang disampaikan.
4. False Start
Teknik false start dimulai dengan cerita yang tampak biasa atau mudah ditebak, sebelum tiba-tiba diubah dengan arah tidak terduga. Perubahan mendadak ini membuat audiens terkejut dan tetap tertarik mengikuti cerita.
Metode ini cocok digunakan untuk menceritakan pengalaman gagal atau saat harus memulai kembali dari awal. Dari situ, pembicara bisa menekankan pelajaran berharga atau menjelaskan cara kreatif yang digunakan untuk memecahkan masalah.
Baca juga : Badan Siber dan Sandi Negara Akan Gandeng BIN, TNI, Polri