Apa itu kolom dalam dunia jurnalistik sering menjadi pertanyaan, terutama bagi pembaca yang belum mengetahui perbedaan jenis tulisan di media massa. Esai ini adalah salah satu rubrik opini berisi pandangan, analisis, atau refleksi penulis terhadap suatu isu aktual.
Melalui ulasan ini, media memberi ruang bagi seseorang untuk berbagi sudut pandang subjektif yang berbasis fakta dan relevan dengan kepentingan publik. Lantas, sebenarnya apa yang dimaksud dengan kolom? Simak rangkuman informasi selengkapnya berikut ini.
Secara umum, pengertian kolom adalah sebuah tulisan jurnalistik yang bersifat opini dan memuat sudut pandang pribadi penulis terhadap suatu topik atau peristiwa. Ulasan ini biasanya diterbitkan secara rutin, baik harian maupun mingguan di media massa, seperti surat kabar, majalah, atau situs berita daring.
Kolom umumnya ditempatkan di halaman editorial atau rubik opini dan ditulis oleh seorang kolumnis yang memiliki keahlian atau wawasan luas pada isu yang dibahas. Berbeda dengan berita, media memberikan kebebasan kepada kolumnis untuk mengekspresikan pandangan, pengalaman, serat penilaian subjektifnya.
Gaya penulisannya pun cenderung lebih personal, reflektif, dan argumentatif. Hal ini membuat sikap setuju atau tidak setuju penulis terhadap suatu hal dalam tulisan tersebut dapat terlihat jelas.
Meski bersifat bebas, kolom tetap mengedepankan argumentasi dan pemikiran logis. Opini ini biasanya diterbitkan dengan disertai judul, nama dan terkadang foto penulis sebagai identitas kolumnis.
Kolom ditulis dengan bertujuan untuk menyampaikan pandangan terhadap isu-isu aktual, mendorong pembaca berpikir kritis, serta menyalurkan gagasan sosial, budaya, dan politik. Tulisan ini juga menjadi sarana ekspresi, baik secara personal maupun profesional.
Secara umum, artikel opini ini memiliki beberapa fungsi utama, antara lain:
Rubrik opini memberi ruang bagi penulis untuk mengungkapkan pandangan pribadi secara bebas. Berbeda dari berita yang menuntut objektivitas, tulisan ini justru menonjolkan sudut pandang penulis sebagai nilai utamanya.
Esai ini kerap memantik perbincangan di kalangan pembaca. Dengan mengangkat isu relevan atau kontroversial, artikel ini mampu membuka ruang dialog dan pertukaran gagasan yang lebih luas.
Selain melengkapi pemberitaan, kolom menghadirkan sudut pandang lain yang jarang muncul dalam laporan fakta. Penulis dapat menyajikan analisis lebih mendalam sehingga pembaca memperoleh pemahaman yang lebih kaya.

Sebagai media penyampai ekspresi, kolom terdiri dari beberapa jenis tulisan yang sesuai dengan tujuan dan topik pembahasan. Berikut adalah jenis-jenis dari ulasan opini tersebut:
Kolom opini ditulis oleh individu yang memiliki pengetahuan, pengalaman, atau otoritas di bidang tertentu untuk menyampaikan pandangan pribadi terhadap suatu isu. Tulisan ini menekankan sudut pandang subjektif penulis dan tidak terikat pada keharusan netral seperti berita.
Jenis kolom ini berisi pembahasan mendalam terhadap peristiwa, kebijakan, atau fenomena tertentu. Penulis biasanya menguraikan latar belakang, dampak, serta konteks isu secara lebih komprehensif.
Kolom humor menyampaikan gagasan, kritik, atau sindiran sosial dengan gaya ringan dan jenaka. Meski bersifat menghibur, isinya tetap mengandung pesan atau refleksi yang relevan dengan kehidupan sehari-hari.
Kolom refleksi berisi renungan pribadi atau pengalaman hidup penulis yang dikaitkan dengan nilai, etika, atau fenomena sosial. Sifatnya kontemplatif dan cenderung menyentuh sisi emosional pembaca.
Kolom sosial atau budaya membahas gejala sosial, tren, serta dinamika kebudayaan yang berkembang di masyarakat. Tulisan ini umumnya disajikan secara naratif dan ditulis oleh pengamat sosial atau budayawan.
Kolom yang baik menampilkan opini penulis secara jelas, relevan dengan isu yang dibahas, dan disampaikan dengan bahasa yang mengalir serta mudah dipahami. Tulisan ini mampu memberi sudut pandang baru yang membuat pembaca berpikir lebih dalam, tanpa harus bersikap netral seperti berita.
Adapun kolom yang baik memiliki ciri sebagai berikut:
Untuk lebih memahaminya, simak contoh kolom yang dipublikasikan oleh Tempo.co berikut ini:
Judul: Evaluasi Tugas Pelatih Tim Nasional
Tak sampai sepekan setelah tim nasional (timnas) sepak bola Indonesia dikalahkan Irak dengan skor 0-1 dan gagal mengikuti Piala Dunia 2026, pelatih Patrick Kluivert langsung dipecat.
Pengumuman itu disiarkan lewat akun Instagram Ketua Umum PSSI Erick Thohir. Istilah dipecat memang tak pas karena yang terjadi adalah “pemutusan kerja sama secara damai”. Unggahan Erick itu pun disertai ucapan terima kasih kepada Kluivert.
Apa pun istilahnya, intinya sama saja: PSSI telah membayar mahal untuk pergantian pelatih dari Shin Tae-yong (STY) ke Patrick Kluivert pada Januari 2025. Kluivert dikontrak untuk durasi dua tahun dengan nilai kontrak Rp 1,3-1,5 miliar per bulan. Karena durasi kontraknya dua tahun tapi baru bertugas 10 bulan, PSSI berpotensi membayar kompensasi sisa kontrak sebesar Rp 18-22 miliar.
Adapun STY sebagai pelatih timnas jauh lebih panjang kiprahnya. STY resmi ditunjuk oleh PSSI per Desember 2019 untuk menggantikan Simon McMenemy. Kontrak awalnya berdurasi empat tahun, berakhir pada 28 Desember 2023. Selama masa kepelatihannya, kontrak ini mengalami perpanjangan berdasarkan capaian yang dianggap baik.
Perpanjangan kontrak pertama hingga Juni 2024 untuk menangani Piala Asia 2023. Lalu ada perpanjangan kontrak kedua sampai 28 Juni 2027 dengan target lolos ke Piala Dunia 2026. Namun STY keburu dipecat pada 6 Januari 2025, hanya bertahan enam bulan setelah perpanjangan kontrak kedua. Padahal STY sudah membawa timnas lolos ke Piala Asia 2023 dan lolos ke fase ketiga kualifikasi Piala Dunia 2026.
Mengapa STY harus diganti dalam perjalanan yang sudah baik? Dan, penggantinya, kita tahu semua, akhirnya membuat timnas gagal di fase keempat kualifikasi Piala Dunia 2026. STY tercatat sebagai pelatih timnas nomor dua terlama setelah Antun Pogacnik (1954-1963).
Nilai kontrak STY hampir sama dengan Kluivert. Namun, pada perpanjangan kedua, nilai kontraknya melejit sampai Rp 1,97 miliar sebulan karena STY dianggap punya kemungkinan besar meloloskan timnas ke Piala Dunia 2026. Sayangnya STY keburu dipecat secara mendadak tanpa dasar yang jelas.
Untuk itu, PSSI harus membayar kompensasi sisa kontrak yang seharusnya berakhir pada Juni 2027 sebesar Rp 70,8 miliar. Sungguh mahal. Untuk dimaklumi, besaran uang ini berdasarkan sumber yang kompeten karena PSSI tak transparan dalam urusan mengucurkan duit guna membayar pelatih timnas.
Lalu apa saja tugas pelatih timnas itu ketika jeda pertandingan internasional? Jika pemain kembali ke klub masing-masing, pelatih mau membina siapa? Apalagi dengan timnas di era Erick Thohir yang kebanyakan pemain naturalisasi. Mereka bermain di berbagai klub dunia dan jika pun kegiatan di klubnya sedang jeda, mereka pulang ke rumah orang tuanya di negara asal mereka.
Kita bisa melihat satu contoh. Setelah timnas gagal melaju ke Piala Dunia 2026 karena dikalahkan Irak, para pemain yang tinggal di Eropa kembali ke Eropa. Pelatih Kluivert pun balik pulang ke Belanda. Kesannya seolah-olah timnas kita ini bukan timnas Indonesia.
Hal itu juga terlihat sebelumnya menjelang bermain melawan Arab Saudi. Beberapa pemain ada yang datang ke Arab Saudi satu atau dua hari sebelum berlaga, bukan berangkat dari satu titik kumpul. Bagaimana berharap pemain bisa kompak kalau hanya bisa berlatih bersama satu atau dua hari? Ini bisa menjadi evaluasi bagaimana timnas yang ideal itu.
Sebagai pemain profesional, pemain memang harus memprioritaskan klub yang menggaji mereka. Kapan harus bergabung dengan timnas?
Pelatih timnas seharusnya lebih banyak berada di Indonesia, baik ada maupun tidak jadwal bertanding yang mengatasnamakan timnas, karena mereka digaji bulanan. Ada kewajiban pelatih timnas itu juga memantau setiap pertandingan sepak bola yang ada di dalam negeri untuk mendapatkan pemain yang nantinya diorbitkan sebagai pemain timnas.
PSSI memberi tugas kepada pelatih timnas untuk persiapan jangka panjang. Pelatih wajib mengamati performa pemain di Liga 1, Liga 2, atau kompetisi lokal lain. Menonton pertandingan langsung di stadion dan menganalisis rekaman pertandingan untuk mengevaluasi potensi pemain baru.
Berkoordinasi dengan pelatih klub untuk memantau kondisi fisik, teknik, dan mental pemain incaran. Termasuk berkoordinasi dengan pelatih kelompok usia (U-20 dan U-17) untuk memastikan transisi pemain muda ke level senior berjalan mulus.
Untuk itulah pelatih timnas biasanya diwajibkan tinggal di Indonesia selama masa kontrak. Apakah PSSI tegas mengawasi tugas-tugas ini? Apakah hal itu sudah dilakukan oleh Patrick Kluivert?
Hal-hal begini seharusnya menjadi bahan evaluasi PSSI dalam menentukan pelatih timnas. Sayang uangnya, mereka dibayar sangat mahal, jika tak menghasilkan kesinambungan prestasi sepak bola nasional. Kita tentu tak bisa selalu mengandalkan pemain naturalisasi, apalagi pemain naturalisasi yang ada saat ini sudah tergolong tua untuk Piala Dunia 2030.
Ayo, “Garuda bisa”, cari pelatih yang benar-benar punya rekam jejak bagus dan sekaligus cinta Indonesia karena karakter suporter kita begitu fanatik dengan keindonesiaan.