Di era digital ini, salah satu bentuk perkembangan informasi adalah munculnya jurnalisme warga atau citizen journalism. Jenis jurnalisme ini melibatkan partisipasi masyarakat dalam mencari, mengumpulkan, dan menyebarkan informasi. Artinya, siapa pun bisa menjadi pewarta, meski bukan jurnalis profesional.
Kehadiran jurnalisme warga membuka peluang bagi masyarakat untuk ikut serta melaporkan peristiwa di sekitarnya tanpa harus memiliki latar belakang pendidikan jurnalistik. Setiap orang memiliki kesempatan yang sama untuk menyuarakan informasi dan mengakses media. Untuk memahami lebih jauh tentang praktik ini, simak penjelasan mengenai citizen journalism berikut.

Melansir dari Tempo, dalam jurnal Sukartik, 2016, Nuruddin menjelaskan bahwa citizen journalism adalah kegiatan terlibatnya masyarakat awam yang memiliki akses ke sebuah media untuk memberitakan suatu hal, seperti peristiwa atau tragedi.
Dalam buku Citizen Journalism: Teori, Praktik, dan Model Literasi, dijelaskan bahwa jurnalisme warga dapat dimaknai sebagai aktivitas warga yang tidak memiliki latar belakang jurnalistik dalam melakukan proses peliputan suatu peristiwa, penulisan, serta pelaporan hasil liputan di berbagai platform media.
Praktik ini dikenal juga dengan sebutan media kolaboratif atau jurnalisme jalanan, yang didasarkan pada partisipasi warga. Publik memiliki peran aktif dalam proses pengumpulan, pelaporan, analisis, hingga penyebaran berita dan informasi.
Jurnalisme warga dapat dilakukan oleh siapapun, di mana pun, dan kapan pun. Praktik ini sangat membantu pemberitaan secara digital, dikarenakan dengan menggunakan alat perekam atau kamera mereka bisa mengabadikan peristiwa yang sedang terjadi secara real time.
Praktik ini meluas dikarenakan merebaknya situs web, blogspot serta perkembangan berbagai platform yang semakin baik, yang mendorong penyebaran informasi semakin cepat dan semakin bebas untuk menyebarluaskan informasi.
Walaupun jurnalisme warga sangat berkaitan erat dengan media digital, jurnalisme warga sebenarnya jauh berkembagng sebelum media daring belum populer. Praktik jurnalisme berkembang sejak era Revolusi Amerika.
Praktik jurnalisme di masa itu adalah berupa penyebaran pamphlet-pamflet yang dilakukan oleh Thomas Paine, seorang intelektual Britania Raya di Amerika Serikat. Sementara dilansir dari Britannica, praktik jurnalisme warga juga muncul di Korea Selatan dimana diperkenalkan pertamakali oleh seorang pengusaha daring yaitu Oh Yeon Ho di 2000 dimana ia mengucapkan “setiap warga negara adalah reporter,”.
Ia dan tiga rekannya mengeluhkan akan ketidakpuasan mereka terhadap pers tradisional Korea Selatan. Dikarenakan rendahnya bayaran untuk mempekerjakan wartawan secara profesional dan mencetak surat kabar.
Hingga ia meluncurkan Oh My News sebuah situs web yang menggunakan relawan untuk mengisi konten di web tersebut. Hingga 2007, media tersebut telah memiliki 727 reporter di satu negara dan berkembang menjadi 50.000 kontributor yang melaporkan dari 100 negara.
Sejak saat itu, internet telah melahirkan ribuan situs berita dan jutaan blogger, bersamaan dengan perkembangan pesat citizen journalism. Di Indonesia, jurnalisme warga dipakai di media-media alternatif, dikarenakan penetrasi informasi yang semakin cepat.
Beberapa isu yang terjadi di daerah beredar dengan cepat dikarenakan praktik jurnalisme warga yang melaporkan kejadian yang dialami secara real time seperti bencana alam, kecelakaan, dan lainnya.
Melansir dari Weeks of Communication Elaboration, jurnalisme warga memiliki kelebihan dan kekurangan dalam pelaksanaannya. Beberapa di antaranya adalah:

Meskipun sama-sama berperan dalam menyebarkan informasi, jurnalisme warga dan jurnalisme profesional memiliki cara kerja dan tanggung jawab yang berbeda. Melansir dari Writer Digest, berikut beberapa perbedaan di antara keduanya.
Kemajuan teknologi membuat siapa pun bisa menjadi jurnalis warga hanya dengan ponsel dan akses internet. Namun, kebebasan ini juga menghadirkan tantangan besar, mulai dari etika hingga keandalan informasi.
Beberapa contoh citizen journalism bisa dilihat saat masyarakat melaporkan bencana alam atau unjuk rasa lewat media sosial. Informasi yang mereka bagikan cepat, tapi tidak selalu akurat.
Melansir dari Sleuth Fella, berikut beberapa tantangan dari citizen journalism: