Di Indonesia, setiap orang berhak untuk berpendapat seperti yang tertanam dalam Pasal 28E Ayat 3. Pendapat bisa saja disampaikan melalui verbal maupun non verbal, asalkan disampaikan dengan cara yang baik dan tujuannya baik. Apalagi pendapat atau opini yang mengkritisi kebijakan pemerintah, dengan tujuan untuk kesejahteraan masyarakat. Berpendapat itu penting, jangan beranggapan pendapatmu tidak penting. Bisa jadi cara berpendapatmu yang kurang tepat. Baca terus artikel ini sampai akhir supaya kamu bisa berpendapat dengan tepat!
Penyampaian pendapat atau opini bisa disampaikan dalam bentuk verbal, seperti berpendapat saat berada di dalam diskusi. Atau menyampaikan pendapat secara komunal, bisa dengan demonstrasi yang aman dan tertib. Sedangkan penyampaian pendapat non verbal, bisa dilakukan dengan menulis. Seperti menulis opini ke media pers, hingga sekadar menuliskan keluhan di media sosial. Ada banyak cara dan gaya berpendapat, dari yang formal hingga ‘celelekan’ (tidak serius). Salah satu cara berpendapat yang serius dan pengaruhnya langsung ke hulu, yaitu dengan menulis Policy Brief.
Policy Brief atau dalam Bahasa Indonesia disebut sebagai Risalah Kebijakan, yang dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) diartikan sebagai karangan ringkas mengenai suatu masalah dalam ilmu pengetahuan. Policy Brief biasanya ditulis untuk memberikan rekomendasi berupa informasi/data/kajian yang komprehensif kepada pembuat kebijakan sehingga diharapkan mampu mempengaruhi pengambilan keputusan. Walau terdengar sangat serius dan sulit, siapa saja bisa menulis Policy Brief asalkan memahami konteks dan isu yang dihadapi.
Menulis Policy Brief memang tak semudah menulis komentar di kolom komentar konten viral. Penulis policy brief harus memahami dan mendalami isunya, melakukan riset untuk mencari studi kasus yang relevan, melakukan analisa, menyajikan data hingga menuangkan hasilnya dalam tulisan yang mampu memengaruhi pembacanya, dalam konteks ini adalah pembuat kebijakan. Jadi, tidak heran jika kebanyakan orang yang menulis policy brief itu para ahli di bidangnya.
Tapi, bagi kamu yang berniat menulis policy brief tidak perlu berkecil hati, karena semua itu bisa dipelajari. Kamu bisa mengikuti sederet kelas Tempo Institute yang membahas tentang policy brief, atau berpartisipasi dalam Pelatihan Menulis Policy Brief: Mendorong Sebuah Kebijakan Berbasis Bukti, yang menghadirkan wartawan senior Tempo, Philipus Parera.
Bekali dirimu dengan pemahaman bahwa tujuan policy brief itu bukan untuk mengkritisi atau bentuk protes, tapi sebuah pendapat yang suportif dan implementatif. Sehingga, saat menyusun dan menulis policy brief dibutuhkan data yang relevan dan bahasa yang persuasif, untuk meyakinkan pembuat kebijakan. Berikut beberapa tips menulis policy brief yang tak hanya berbasis data, tapi juga persuasif:
Tujuan menjadi penting dalam berbagai penulisan. Jika ingin menulis policy brief, tentukan dan pahami dulu tujuannya apa. Kalau hanya untuk mengkritik atau kepentingan pribadi, lebih baik simpan niat itu dan tutup laptopmu. Tujuan utama dari policy brief adalah perubahan kebijakan menjadi lebih baik. Sehingga, arah policy brief harus berpihak pada kepentingan umum dan kesejahteraan bersama. Jika tujuanmu sudah benar, maka menyusun policy brief akan lebih mudah.
Meski terkesan serius, formal dan ilmiah, menulis policy brief harus jelas, ringkas dan fokus. Jangan membuat tulisan yang bertele-tele yang justru membuat pembuat kebijakan bingung dengan rekomendasi/data yang disajikan. Straight to the point, dan bisa menjawab apa, mengapa, bagaimana dan solusinya seperti apa. Jadi untuk membuat sebuah policy brief, kamu harus sudah memiliki kesimpulan dari usulan kebijakan yang disampaikan, bagaimana dampaknya, dan seberapa implementatif.
Apabila kita menyarankan sesuatu, tidak mungkin hanya asal ngomong saja. Menyertakan bukti konkrit, tentu lebih meyakinkan. Bayangkan saja ketika kita merekomendasikan restoran A tanpa pernah ke sana, belum pernah menjajal makanannya sama sekali, dan tidak membaca review dari manapun. Bagaimana orang bisa percaya? Begitu pula menulis policy brief, pastikan data yang disampaikan itu relevan dengan tujuan, dan sumbernya terpercaya, sehingga pembuat kebijakan tidak meragukan informasi yang diperolehnya. Lalu, untuk membuat data yang disampaikan lebih menarik dan persuasif, bisa ditambahkan penyajian infografis.
Satu lagi tips menulis policy brief yang tak kalah penting, yaitu gaya bahasa yang persuasif. Policy brief memang bukan media iklan atau promosi, tapi tujuannya adalah membuat dampak kepada pembacanya, yaitu pembuat kebijakan. Oleh karena itu, gaya bahasa policy brief harus persuasif tapi sederhana dan mudah dicerna. Sulit memang, jika kita harus menulis sebuah rekomendasi kebijakan yang formal dengan bahasa yang sederhana dan persuasif. Tipsnya adalah, menghindari kata-kata yang terlalu teknis dan kalimat panjang yang rumit.
Di atas baru secuil informasi bagaimana menulis policy brief yang persuasif dengan mengandalkan data. Untuk memahami lebih lanjut, kamu bisa mendaftar kelas Tempo Institute soal policy brief dan kelas-kelas lainnya!
Baca juga : Badan Siber dan Sandi Negara Akan Gandeng BIN, TNI, Polri